Adsense Menu

Rabu, 24 Maret 2010

closed house sebuah solusi mengatasi ”Global Warming”

Seluruh masyarakat didunia sedang berlomba meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. Bukti sejarah menunjukkan bahwa maju mundurnya negara tergantung dari kualitas SDM warga negaranya. Banyak negara yang sumber daya alamnya melimpah menjadi obyek eksploitasi negara lain karena tidak bisa mengolah sumber daya alam tersebut, disisi lain banyak negara yang memiliki SDA terbatas, namun mempunyai SDM yang baik akan mampu mencapai kesejahteraan yang tinggi. Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengatakan bahwa untuk mewujudkan peningkatan produksi nasional harus tersedia sumber daya alam yang cukup, modal yang besar, peningkatan teknologi, dan peran sumber daya manusia. Jepang mempunyai lahan pertanian yang sangat sempit, tapi dengan SDM yang berkualitas negara tersebut dapat menciptakan teknologi sehingga mampu meningkatkan produksi pertanainnya (Arifin, 2001). Bukti-bukti empirik telah menjelaskan bahwa suatu negara tidak akan maju apabila tidak didukung oleh pembangunan sumber daya manusia yang bermutu. SDM yang bermutu adalah meraka yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi, pandai dalam menajemen, dan menerapkan teknologi yang canggih, selain itu untuk membangun SDM yang berkualitas harus menyentuh banyak aspek. Namun fokus utamanya mutlak diletakkan pada upaya peningkatan kualitas dasar penduduk dalam hal fisik dan intelegensia.

Kualitas SDM ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat, kerana kualitas pangan sangat menentukan tingkat pertumbuhan fisik dan kecerdasan penduduk, disamping pendidikan dan layanan kesehatan yang baik. Produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan utama dan dikonsumsi oleh manusia, pada umumnya terdiri atas tiga komoditas, yaitu: daging, susu, dan telur. Menurut Daryanto (2008) bahan pangan hewani merupakan sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan berperan untuk membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan berkualitas.

Statistik Peternakan menunjukkan bahwa dari ketiga produk tersebut, unggas merupakan kontributor terbanyak dalam penyediaan daging nasional, sekitar 1.355.841 Ton (65,46 %) dari total produksi daging (TPD) dengan rincian ayam lokal 322.780 (23.9%), ayam ras petelur 54.312 (4.0%), ayam ras pedaging 955.756 (70,5%) dan Itik 22.295 (1,6%); dikuti oleh Sapi (389.294 Ton, 18,80 % TPD); Babi (179.441 Ton, 8,67 % TPD); Kambing (53.227 Ton, 2,57 % TPD); Domba (51.894 Ton, 2,51 % TPD); Kerbau (39.503 Ton, 1,91 % TPD) dan terakhir Kuda (1.682 Ton, 0.08 % TPD) (Ditjennak, 2006). Menurut Siagian (2008) tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah, hanya 4,7 gram/kapita/hari jauh dari target 6 gram/kapita/hari. Berdasarkan data diatas dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi protein hewani hanya 78,3% dari target nasional.

Daryanto (2008) mengatakan bahwa rendahnya konsumsi protein hewani penduduk Indonesia disebabkan karena lemahnya daya beli masyarakat, selain itu kasus Avian Influenza (AI) belum dapat diselesaikan secara tuntas, serta rendahnya sosialisasi sadar gizi terhadap masyarakat Indonesia. Hal itu senada dengan pendapat Rusfidra (2008) yang mengatakan bahwa rendahnya konsumsi produk unggas tidak hanya disebabkan karena daya beli masyarakat yang rendah, tapi juga disebabkan minimnya sosialisasi sadar gizi kepada masyarakat.

Usaha perunggasan dalam hal ini usaha ayam broiler di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, perkembangan usaha ayam broiler ini memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Berdasarkan proyeksi BAPPENAS, pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 273,7 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar (Rusfidra, 2008). Maka dapat dipastikan permintaan atas daging ayam broiler akan meningkat, sehingga banyak investor-investor yang mulai melirik peluang usaha peternakan ayam broiler. Dengan meningkatnya populasi dan peternakan ayam broiler, maka dapat dipastikan lahan untuk peternakan akan bersaing dengan lahan pemukiman penduduk, dan akan menyebabkan polusi yang ditimbulkan dari kotoran ayam broiler, Selain itu Isu pemanasan global (Global Warming) juga merupakan masalah bagi peternak saat ini, kerana suhu bumi menjadi semakin panas. Pada dasarnya ayam broiler merupakan unggas yang rentan terhadap suhu yang panas, untuk itu perlu penerapan teknologi dalam mengelola peternakan ayam broiler sehingga dapat mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.

Perkembangan teknologi ahir-ahir ini sangat membantu manusia dalam menyeleseikan pekerjaannya, seperti kehadiran teknologi terbaru pada sistem perkandangan ayam broiler, yaitu sistem kandang dengan ventilasi yang bisa diatur atau yang sering dikenal dengan sistem kandang tertutup (Closed House). Sistem kandang tertutup merupakan kandang yang ramah lingkungan, karena bau dari polusi yang ditimbulkan kotoran ayam dapat dikurangi dengan bantuan kipas didalam kandang. Selain itu pembangunan kandang tertutup tidak membutuhkan lahan yang luas karena dapat meningkatkan kepadatan ayam dan kandang dapat dibuat dua atau tiga lantai. Adapun faktor penghambat untuk menerapakan teknologi kandang tertutup yaitu besarnya modal yang dibutuhkan untuk pembangunan kandang, kerena teknologi kandang tertutup merupakan usaha padat modal bukan usaha padat karya. Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengemukakan bahwa teknologi harus bertujuan menghasilkan keuntungan-keuntungan untuk menunjang kebijakan pembangunan yang pada dasarnya mempertemukan dua aspek, yaitu penggalakan investasi dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja. Read More...

Sabtu, 20 Maret 2010

Bocah SMP Tewas Diterkam Ular Phiton di Medan

MEDAN - Seorang siswa kelas II SMP PGRI Tembung, Medan, Sumatera Utara bernama M Zakaria (13 tahun) ditemukan tewas diterkam seekor ular sawah berukuran raksasa.

Korban diterkam ular bertubuh sebesar tiang listrik yang dikenal dengan sebutan ular phiton itu di pinggir sungai Tembung, Kamis (18/3) malam.

"Saat itu, ia bersama lima orang temannya naik dari sungai ke darat melalui aliran lorong pembuangan air limbah,” tutur Jahri Sihombing, salah seorang warga yang menyaksikan peristiwa tersebut, Sabtu (20/3).

Namun, kata dia, tiba tiba muncul ular phiton dari dalam lorong tersebut dan menerkamnya. Zakaria sempat melawan ular itu.

“Tetapi karena kaki kanannya telah digigit, ia tidak bisa melawan lagi dan diseret ke semak-semak," ujarnya.

Korban sendiri bersama kelima temannya bermain rakit dan mandi di sungai tersebut sejak sore. Setelah azan Magrib, mereka pun beranjak ke tepian.

Karena lokasi pinggiran sungai sangat curam, mereka pun naik melalui pembuangan air limbah salah satu pabrik di sana. Saat itulah korban yang lebih tua dari teman-temannya itu diterkam oleh ular phiton tersebut.

Jahri Sihombing yang juga merupakan keluarga korban, segera berlari menuju lokasi setelah mendapat informasi dari teman-teman korban sekira 15 menit kemudian. Kebetulan Jahri saat itu sedang berada tidak jauh dari lokasi.

Ia memukuli kepala ular itu dengan bambu berkali-kali, sehingga kaki kanan korban yang sudah ditelan ular itu pun akhirnya dilepaskan.

Namun, ular tersebut tak juga kabur. Tubuh korban malah dililit dan diputar-putar di dalam semak-semak tersebut hingga terjatuh ke pinggiran sungai.

Jahri kembali memukuli kepala ular yang saat itu sudah hendak menerkam kepala korban. Karena merasa kesakitan dipukuli dengan bambu, ular itu pun akhirnya lilitannya dan kabur ke dalam air sungai.

Sayangnya, ketika tubuh korban diangkat ke darat dan akan dibawa ke rumah sakit, ia sudah tidak bernyawa lagi. Diduga, korban mati lemas akibat dililit dan diputar-putar oleh ular tersebut hampir sekitar setengah jam.

Setelah disemayamkan di rumah duka di Jalan Pasar VIII Gambir, Dusun VI, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Medan, korban pun langsung dimakamkan, Jumat (19/3) sore. Read More...

Bocah SMP Tewas Diterkam Ular Phiton di Medan

MEDAN - Seorang siswa kelas II SMP PGRI Tembung, Medan, Sumatera Utara bernama M Zakaria (13 tahun) ditemukan tewas diterkam seekor ular sawah berukuran raksasa.

Korban diterkam ular bertubuh sebesar tiang listrik yang dikenal dengan sebutan ular phiton itu di pinggir sungai Tembung, Kamis (18/3) malam.

"Saat itu, ia bersama lima orang temannya naik dari sungai ke darat melalui aliran lorong pembuangan air limbah,” tutur Jahri Sihombing, salah seorang warga yang menyaksikan peristiwa tersebut, Sabtu (20/3).

Namun, kata dia, tiba tiba muncul ular phiton dari dalam lorong tersebut dan menerkamnya. Zakaria sempat melawan ular itu.

“Tetapi karena kaki kanannya telah digigit, ia tidak bisa melawan lagi dan diseret ke semak-semak," ujarnya.

Korban sendiri bersama kelima temannya bermain rakit dan mandi di sungai tersebut sejak sore. Setelah azan Magrib, mereka pun beranjak ke tepian.

Karena lokasi pinggiran sungai sangat curam, mereka pun naik melalui pembuangan air limbah salah satu pabrik di sana. Saat itulah korban yang lebih tua dari teman-temannya itu diterkam oleh ular phiton tersebut.

Jahri Sihombing yang juga merupakan keluarga korban, segera berlari menuju lokasi setelah mendapat informasi dari teman-teman korban sekira 15 menit kemudian. Kebetulan Jahri saat itu sedang berada tidak jauh dari lokasi.

Ia memukuli kepala ular itu dengan bambu berkali-kali, sehingga kaki kanan korban yang sudah ditelan ular itu pun akhirnya dilepaskan.

Namun, ular tersebut tak juga kabur. Tubuh korban malah dililit dan diputar-putar di dalam semak-semak tersebut hingga terjatuh ke pinggiran sungai.

Jahri kembali memukuli kepala ular yang saat itu sudah hendak menerkam kepala korban. Karena merasa kesakitan dipukuli dengan bambu, ular itu pun akhirnya lilitannya dan kabur ke dalam air sungai.

Sayangnya, ketika tubuh korban diangkat ke darat dan akan dibawa ke rumah sakit, ia sudah tidak bernyawa lagi. Diduga, korban mati lemas akibat dililit dan diputar-putar oleh ular tersebut hampir sekitar setengah jam.

Setelah disemayamkan di rumah duka di Jalan Pasar VIII Gambir, Dusun VI, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Medan, korban pun langsung dimakamkan, Jumat (19/3) sore. Read More...

Juventus Terus Pantau Lampard

TURIN – Juventus terus memantau pergerakan gelandang Chelsea Frank Lampard sebagai pemain incaran di musim depan. Juve siap merekrut Lampard bila kubu Chelsea sudah memberikan lampu hijau.

Seperti dilansir Tuttosports, Jumat (19/3/2010), Bianconeri sedang membuka komunikasi dengan agen Lampard.

Direktur Umum Juve Roberto Bettega mengatakan dirinya sudah bertemu dengan agen Lampard, Steve Kutner, Kamis (18/3/2010). Keduanya berbicara tentang kemungkinan pembelian Lampard dan Battega mengaku sudah lama tertarik dengan Lampard.

Sementara itu, beberapa pilihan pemain yang akan dilepas adalah gelandang Felipe Melo, Amauri Carvalho dan Jonathan Zebina. Ketiganya gagal memberikan kontribusi maksimal di musim ini.

Bahkan gelandang asal Brasil Melo, mengalami penurunan performa paling tajam di musim ini. Pemain yang diboyong dari Fiorentina itu sedang dihubungkan dengan Arsenal. Read More...

Selasa, 16 Maret 2010

BUDIDAYA AYAM PEDAGING (BROILER)

I. Pendahuluan
Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya membantu peningkatan produktivitas, kuantitas, kualitas dan efisiensi usaha peternakan ayam broiler secara alami (non-Kimia).

II. Pemilihan Bibit
Bibit yang baik mempunyai ciri : sehat dan aktif bergerak, tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat), bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung bersih, mata tajam dan bersih serta lubang kotoran (anus) bersih

III. Kondisi Teknis yang Ideal
a. Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b.Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c.Suhu udara dalam kandang.
Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07 34 - 32
08 - 14 29 - 27
15 - 21 26 - 25
21 - 28 24 - 23
29 - 35 23 - 21

d.Kemudahan mendapatkan sarana produksi
Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.

IV. Tata Laksana Pemeliharaan
4.1 Perkembangan
Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Tipe panggung lantai kandang lebih bersih karena kotoran langsung jatuh ke tanah, tidak memerlukan alas kandang sehingga pengelolaan lebih efisien, tetapi biaya pembuatan kandang lebih besar. Tipe litter lebih banyak dipakai peternak, karena lebih mudah dibuat dan lebih murah.
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.

4.2. Pakan
- Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi).
- Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. -Penambahan POC NASA lewat air minum dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum memberikan berbagai nutrisi pakan dalam jumlah cukup untuk membantu pertumbuhan dan penggemukan ayam broiler.
- Dapat juga digunakan VITERNA Plus sebagai suplemen khusus ternak dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari, yang mempunyai kandungan nutrisi lebih banyak dan lengkap.
- Efisiensi pakan dinyatakan dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.

Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen =
1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi). Penggunaan POC NASA atau VITERNA Plus dapat menurunkan angka FCR tersebut.

4.3. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.

4.4. Teknis Pemeliharaan
- Minggu Pertama (hari ke-1-7). Kutuk/DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah POC NASA dengan dosis + 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis + 1 cc/liter air minum/hari dan gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gr atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
- Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen air minum sudah berupa air dingin dengan penambahan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari (diberikan saat pemberian air minum yang pertama). Vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4.
- Minggu Kedua (hari ke 8 -14).
Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gr per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
- Minggu Ketiga (hari ke 15-21).
Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gr per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya. Perlakuan vaksin tersebut juga tetap ditambah POC NASA atau VITERNA Plus dengan dosis tetap.
- Minggu Keempat (hari ke 22-28).
Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal
mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gr per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
- Minggu Kelima (hari ke 29-35).
Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gr per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen.
- Minggu Keenam (hari ke-36-42).
Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.

4.5. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu :
- Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah. Gejalanya ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada tempat yang hangat. Setelah 1 - 2 hari muncul gejala syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Ayam yang terserang secepatnya dipisah, karena mudah menularkan kepada ayam lain melalui kotoran dan pernafasan. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
- Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)
Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Gejala diawali dengan hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan disekitar dubur, diare dan tubuh bergetar-getar. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro.
- Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)
Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai.
- Berak Kapur (Pullorum).
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum.
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang.
Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik. Pemberian POC NASA yang mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan ayam, ketahanan tubuh ayam, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran. Untuk hasil lebih optimal, pemberian POC NASA dapat dicampur dengan Hormonik dosis 1 botol POC NASA dicampur dengan 1-2 tutup botol Hormonik, atau 1 botol POC NASA dicampur dengan 2-4 kapsul Asam Amino. Dapat juga menggunakan VITERNA Plus yang merupakan suplemen khusus ternak dengan kandungan :
1. Mineral-mineral yang penting untuk pertumbuhan tulang, organ luar dan dalam, pembentukan darah dan lain-lain.
2. Asam-asam amino utama seperti Arginin, Histidin, Isoleucine, Lycine, Methionine , Phenylalanine, Threonine, Thryptophan, dan Valine sebagai penyusun protein untuk pembentukan sel, jaringan, dan organ tubuh
3. Vitamin-vitamin lengkap, yaitu A, D, E, K, C dan B Komplek untuk kesehatan dan ketahanan tubuh.

4.6. Sanitasi/Cuci Hama Kandang
Sanitasi kandang harus dilakukan setelah panen. Dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pencucian kandang dengan air hingga bersih dari kotoran limbah budidaya sebelumnya. Tahap kedua yaitu pengapuran di dinding dan lantai kandang. Untuk sanitasi yang sempurna selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan formalin, untuk membunuh bibit penyakit. Setelah itu dibiarkan minimal selama 10 hari sebelum budidaya lagi untuk memutus siklus hidup virus dan bakteri, yang tidak mati oleh perlakuan sebelumnya. Read More...

BUDIDAYA SAPI POTONG

I. Pendahuluan.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.

II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.

B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan.
Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :
- Berumur di atas 2,5 tahun.
- Jenis kelamin jantan.
- Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
- Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
- Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
- Kotoran normal

III. Tatalaksana Pemeliharaan.
3.1. Perkandangan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.

3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.

Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA juga mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus. Produk ini menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.

VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
- Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah
dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K,
Ca, Mg, Cl dan lain-lain.
- Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh.
- Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit.
- Asam - asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam butirat.
Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran dengan dosis :
5 cc/ekor perhari untuk sapi, kerbau dan kuda
4 cc/ekor perhari untuk kambing dan domba.
Penambahan VITERNA Plus tersebut dilakukan pada pemberian air minum atau komboran yang pertama.

3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :

a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.

b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.

c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.

IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.

2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.

3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.

4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat. Read More...

Cegah Penyakit Jantung dengan Mengonsumsi Kacang

Cegah Penyakit Jantung dengan Mengonsumsi Kacang
Gizi.net - Mitos makan kacang dapat menimbulkan jerawat, asam urat, dan batuk, tidak semuanya benar. Menurut Guru Besar Bidang Nutrisi dari Penn State University, Dr Penny Kris-Etherton, semakin kita sering mengonsumsi kacang, maka risiko terkena penyakit jantung koroner pun semakin berkurang.

Menurutnya, kandungan asam lemak tak jenuh yang ada dalam kacang-kacangan, khususnya kacang tanah terbukti sangat tinggi dan profil asam lemak dalam kacang tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan risiko penyakit jantung koroner. ”Mengkonsumsi satu ons kacang, lebih dari lima kali seminggu bisa menurunkan risiko penyakit jantung koroner 25 persen sampai 39 persen,” ujarnya.

Penelitian Penny ini didukung oleh penelitian dari Dr Frank Hu dari Havard School of Public Health. Dalam pertemuan American Heart Association di Dallas tahun 2000, Frank mengungkapkan ahsil penelitiannya terhadap 86 ribu wanita yang sering mengkonsumsi kacang, disimpulkan bahwa mengkonsumsi kacang-kacangan termasuk kacang tanah, mampu menjaga pemompaan aktivitas jantung dengan teratur.

Kacang-kacangan mengandung fitosterol, Beta-Sitosterol (SIT) yang terbukti dapat menghambat pertumbuhan kanker dan melindungi dari penyakit jantung. SIT juga menawarkan perlindungan dari colon, prostate dan kanker payudara. Kandungan SIT dalam 100 gram kacang adalah 165 mg. Fitosterol dalam jantung dapat menurunkan kadar kolesterol dan level Triglyserida dengan cara memblok absorbsi kolesterol dari makanan yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi reabsorbsi kolesterol dari hati, serta tetap menjaga HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol. Lebih dari 80 persen lemak dalam minyak kacang adalah jenis yang tidak jenuh dan sehat bagi jantung serta bebas kolesterol.

Selain mengandung SIT, kacang-kacangan juga mengandung serat (fiber). Menurut Prof Dr Muhilal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Bogor, tingginya kolesterol darah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Serat dalam makanan terdiri dari serat yang larut dalam air dan yang tidak terlarut dalam air, namun keduanya dapat menurunkan kolesterol.
Muhilal menjelaskan penurunan kolesterol terjadi antara lain karena kolesterol terbawa ke dalam feses bersama serat dan proses biosintesis kolesterol dalam hati berkurang karena tingginya konsumsi serat. Idealnya, kita harus mengkonsumsi serat 25-30 gram per hari. Kacang tanah termasuk makanan yang mengandung serat. Satu sendok kecil kacang tanah mengandung 2 gram serat atau 8 persen dari serat yang dibutuhkan per hari.

”Masyarakat Indonesia rata-rata hanya mengkonsumsi serat 10,5 gram per hari, jauh di bawah yang dianggap dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner yakni di atas 20 gram per hari. Lebih dari 90 persen penduduk Indonesia konsumsi seratnya kurang dari 20 gram per hari,” ujarnya. Menurutnya, sayuran, buah-buahan dan serealia merupakan sumber serat. Tapi sayangnya, serealia yang ada di pasaran sudah sangat rendah kandungan seratnya karena masyarakat lebih suka pada beras yang disosok.

Sementara itu Menteri Kesehatan Achmad Sujudi mengatakan sejak tahun 1955, penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. ”Perilaku hidup yang berisiko di kalangan masyarakat seperti merokok, pola makan yang tidak seimbang dan kurang melakukan aktivitas fisik merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Data dari WHO menunjukkan setiap tahun tidak kurang dari 12 juta orang meninggal dunia akibat serangan jantung.

Dalam penandatanganan naskah kerja sama antara Yayasan Jantung Indonesia dengan Garudafood Group, Sabtu lalu, Menkes mengatakan, kematian akibat dari penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes dan sebagainya memberikan kontribusi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan kematian akibat penyakit menular. Pada tahun 2000 ada sekitar 55 juta orang meninggal karena serangan jantung, stroke, kanker dan diabetes.

”Kematian akibat penyakit tidak menular hampir 60 persen dari kematian di dunia. Tujuh puluh sembilan persen kematian akibat penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berkembang. Penyakit tidak menular tersebut dapat dicegah dengan pola makan yang seimbang, berhenti merokok dan olahraga secara teratur,” ujarnya. Read More...

Bahan Tambahan Pangan Berbahaya dalam Pangan Asal Hewan

Pendahuluan

Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang semakin penting di era perdagangan bebas. Masalah pentingnya keamanan pangan juga telah tercantum dalam Deklarasi Gizi Dunia dalam Konferensi Gizi Internasional pada tanggal 11 Desember 1992 „kesempatan untuk mendapatkan pangan yang bergizi dan aman adalah hak setiap orang“ (ICD/SEAMEO TROPMED RCCN 1999). Pangan yang aman, bermutu, bergizi, berada dan tersedia cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makan berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Setiap negara membutuhkan program keamanan pangan yang efektif untuk melindungi kesehatan bangsa dan berpartisipasi dalam produk perdagangan pangan internasional. Perdagangan merupakan pendorong penting bagi pengembangan ekonomi suatu negara dan dengan ekonomi global saat ini, tidak mungkin suatu negara tetap mengisolasi dari perubahan tuntutan persyaratan internasional tentang peraturan keamanan pangan. Berkaitan dengan pengaturan pangan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Undang-undang tersebut merupakan landasam hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Undang-undang ini juga merupakan acuan dari berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan pangan. Agar Undang-undang Pangan ini dapat diterapkan dengan mantap, maka pemerintah melengkapinya dengan Peraturan Pemerintah. Salah satu peraturan pemerintah yang telah ditetapkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

Pangan asal hewan seperti daging, susu dan telur serta hasil olahannya umumnya bersifat mudah rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung bahaya biologik, kimiawi dan atau fisik, yang dikenal sebagai potentially hazardous foods (PHF). Hal tersebut berhubungan dengan faktor intrinsik pangan asal hewan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, pangan asal hewan secara alami memiliki enzim-enzim yang dapat mengurai protein dan lemak sehingga terjadi autolisis. Oleh sebab itu, telah banyak cara atau metode yang dikembangkan untuk mengawetkan pangan dengan cara menghambat pembusukan dengan mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme pembusuk dalam pangan asal hewan, bahkan juga dapat mengurangi dan menghilangkan mikroorganisme patogen.

Salah satu metode pengawetan pangan adalah pemakaian bahan tambahan pangan (BTP). Dari aspek keamanan pangan, pemakaian BTP yang salah dan berlebihan dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan konsumen.


Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alamai bukan meruapakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Syah et al. 2005). Menurut Penjelasan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain, bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, antigumpal, pemucat, dan pengental.

Tujuan penggunaan BTP adalah untuk (1) mengawetkan makanan, (2) membentuk makanan lebih baik, lebih renyak dan enak di mulut, (3) memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, (4) meningkatkan kualitas pangan, serta (5) menghemat biaya (Syah et al. 2005).

BTP digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan sebagai: pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa serta aroma, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengeras, dan sekuestran (pengikat ion logam). BTP lain yang ditambahkan ke makanan adalah enzim, penambah gizi, dan humektan yaitu BTP yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air pangan (Syah et al. 2005).

Berdasarkan fungsinya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 235/Menkes/Per/VI/1979, BTP dapat dikelompokkan menjadi 14, yaitu: (1) antioksidan, (2) antikempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetis, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) sekuestran, (14) BTP lain.

Pada pangan asal hewan yang segar, terutama daging, banyak digunakan bahan pengawet oleh pedagang untuk memperpanjang masa simpan. Di Eropa, pemakaian bahan pengawet pada daging segar tidak diperkenankan. Pendinginan adalah cara yang diperkenankan untuk mempertahankan kesegaran daging. Jika mengikuti konsep aman sehat utuh dan halal (ASUH) di Indonesia, penggunaan bahan pengawet pada daging juga tidak diperkenankan, karena tidak memenuhi prinsip utuh (tidak ada penambahan atau pengurangan bahan). Selain bahan pengawet, BTP yang mungkin diberikan pada pangan asal hewan segar antara lain antioksidan dan enzim pengempuk daging.

Dalam prakteknya saat ini banyak produsen atau pedagang yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan konsumen yang sebenarnya bukan untuk pangan atau dilarang digunakan untuk pangan. Pengaruh BTP terhadap kesehatan manusia umumnya tidak langsung dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu dekat, karena umumnya bersifat akumulatif (kronis). Praktek penggunaan BTP yang menyimpang oleh produsen atau pedagang pangan umumnya berkaitan dengan ketidak-tahuan produsen atau pedagang mengenai sifat dan keamanan BTP atau berkaitan dengan penghematan biaya produksi.

Penyimpangan atau pelanggaran penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu: (1) menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan, dan (2) menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan (Syah et al. 2005).

BTP yang diperkenankan digunakan untuk pangan telah diteliti dan diuji lama, terutama dari aspek toksisitasnya dan risiko terhadap kesehatan. Oleh sebab itu, setiap BTP telah ditetapkan nilai acceptable daily intake (ADI) dan batas maksimum penggunaannya oleh pemerintah atau organisasi internasional (Sinell 1992). Di tingkat internasional, masalah keamanan BTP (food additive) secara rutin dibahas oleh the Joint FAO/WHO Experts Committee on Food Additive (JECFA), yang merupakan forum internasional yang paling berwibawa di dunia dalam menyarikan pendapat dan pandangannya mengenai masalah keamanan BTP (Winarno 2004).

Dalam UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, BTP diatur dalam Bagian Kedua Pasal 10, 11 dan 12. Pangan yang diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai BTP yang dinyatakan terlarang atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Pemerintah menetapkan BTP yang dilarang dan atau dapat digunakan, serta ambang batas maksimalnya (Pasal 10). BTP yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam pangan untuk diedarkan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Pemerintah (Pasal 11).


Bahan Tambahan Berbahaya dalam Pangan Asal Hewan

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 menetapkan sejumlah BTP yang aman ditambahkan ke dalam pangan, serta menetapkan daftar BTP yang dilarang digunakan. BTP yang dilarang digunakan adalah: asam borat, asam salisilat, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin. Terkait dengan distribusi dan pengawasan bahan berbahaya tersebut, Menteri Perdagangan telah menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/M-Dag/Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Untuk zat pewarna sebagai BTP yang dilarang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 239/Menkes/ Per/V/1985, yang menetapkan 30 zat pewarna tertentu yang dinyatakan berbahaya. Zat pewarna yang dilarang adalah auramine, alkanet, butter yellow, black 7984, burn umber, chrysbidine, chrysoine S, citrus red no. 2, chocolate brown FB, fast red E, fast yellow AB, guinea green B, indanthrene blue RS, magenta, metanil yellow, oil orange SS, oil orange XO, oil yellow AB, oil yellow OB, orange G, orange GGN, orange RN, orchil and orcein, ponceau 3R, ponceau SX, ponceau 6R, rhodamin B, sudan I, scarlet GN, violet 6B.

Bahan tambahan berbahaya yang sering digunakan oleh produsen pangan asal hewan segar sebagau bahan pengawet, antara lain: formalin untuk karkas ayam dan asam borat (boraks) untuk pembuatan baso.


Formalin

Formalin atau formaldehid adalah larutan 37% formaldehid dalam air, yang biasanya mengandung 10-15% metanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin ditujukan sebagai bahan antiseptik, disinfektan, dan pengawet jaringan atau spesimen biologi dan pengawet mayat. Selain itu, formalin umum digunakan untuk pembersih lantai; pembasmi lalat dan serangga; bahan pembuatan sutra, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak; bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea; bahan pembuatan parfum; bahan perekat untu produk kayu lapis.

Penyalahgunaan penggunaan formalin dalam makanan sering ditemukan pada jenis makanan tahu, mi, kerupuk, ikan, karkas ayam.

Dalam dosis rendah, jika formalin tertelan akan menyebabkan iritasi lambung, sakit perut, disertai muntah-muntah, menimbulkan depresi susunan syaraf, serta kegagalan peredaran darah. Selain itu, formalin juga dapat menyebabkan alergi, kanker (bersifat karsinogenik), mutagen atau perubahan fungsi sel atau jaringan (bersifat mutagenik). Dalam dosis tinggi, formalin yang tertelan dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak dapat kencing, muntah darah, dan akhirnya menyebabkan kematian.

Penggunaan formalin dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk pada organ tubuh, seperti kerusakan hati dan ginjal.


Asam Borat (Boraks)

Asam borat atau boraks atau boric acid merupakan senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, serta stabil pada suhu kamar dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. Umumnya boraks digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, pengawet kayu, pembasmi kecoa. Namun boraks sering disalahgunakan untuk campuran pembuatan bakso, kerupuk, dan mi.

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan syaraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan akan menimbulkan kerusakan usus, otak atau ginjal. Jika digunakan berulang-ulang secara kumulatif akan tertimbun di otak, hati, dan jaringan lemak. Asam borat ini akan menyerang sistem syaraf pusat dan menimbulkan gejala seperti mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit, gangguan peredaran darah, koma, bahkan dapat menimbulkan kematian akibat gangguan peredaran darah.


Kloramfenikol

Kloramfenikol adalah golongan antibiotik dengan spektrum luas, dan biasa digunakan unutk mengobati infeksi Salmonella, meningitis, dan infeksi riketsia yang resisten dengan tetrasiklin.

Pada beberapa orang, kloramfenikol dapat menyebabkan ketidaknormalan produksi sel darah (blood dyscrasias) atau menyebabkan anemia aplastik akibat kerja kloramfenikol pada sumsum tulang. Kloramfenikol juga diketahui memiliki sifat karsinogenik. Oleh sebab itu, penggunaan kloramfenikol pada hewan produksi dilarang.


Pengawasan Bahan Tambahan Berbahaya dalam Pangan Asal Hewan

Dalam rangka menjamin pangan asal hewan yang aman dan layak (safe and suitable for human consumption) dianjurkan penerapan jaminan keamanan dan mutu pangan mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep ini dikenal dengan safe from farm to table concept. Pada setiap tahapan dalam mata rantai penyediaan pangan asal hewan diterapkan good practices. Good practices di peternakan dikenal sebagai good farming practices, saat pemerahan dikenal sebagai good milking practice, di rumah pemotongan hewan/unggas dikenal good slaughtering practices, di industri dikenal sebagai good manufacturing practices. Good practices tersebut merupakan dasar atau fondamen dari penerapan sistem jaminan keamanan pangan.

Pengendalian dan pencegahan pemakaian bahan tambahan yang berbahaya dalam pangan yang efektif dimulai dari komitmen dari produsen pangan. Selain itu, pemerintah berkewajiban mengatur dan mengawasi produksi, distribusi dan peredaran bahan kimia sehingga tidak masuk ke dalam rantai makanan. Hal itu didukung oleh pemberlakuan peraturan perundangan dan penegakan hukumnya. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah antara lain pengambilan contoh dalam rangka monitoring dan surveilen, inspeksi, audit dan sertifikasi. Konsumen perlu dilibatkan dalam pengawasan pemakaian bahan tambahan berbahaya untuk pangan.

Di Indonesia, peraturan tentang bahan tambahan pangan telah diatur dalam UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, serta untuk jenis BTP yang dilarang ditetapkan melalui Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, dan zat pewarna yang dilarang untuk makanan ditetapkan dalam Permenkes Nomor 239/Menkes/ Per/V/1985.

Pengawasan pemakaian bahan tambahan berbahaya dalam pangan asal hewan yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah antara lain inspeksi, monitoring dan surveilens, akreditasi dan sertifikasi. Untuk itu diperlukan sistem keamanan pangan asal hewan yang merupakan bagian dari sistem kesehatan masyarakat veteriner (SISKESMAVET), yang harus didukung oleh organisasi, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, program yang baik, sistem informasi yang baik, serta dana yang rasional dan operasional.

Pengujian laboratorium terhadap bahan tambahan berbahaya dari contoh pangan asal hewan perlu menjadi program nasional yang terencana, rutin, berkesinambungan sebagai bagian dari program monitoring dan surveilens. Pengujian contoh sebaiknya dilakukan di laboratorium yang terakreditasi. Data hasil pengujian laboratorium uji harus senantiasa dianalisis menggunakan statistik untuk memperoleh kesimpulan yang sahih, serta diinformasikan melalui jejaring informasi laboratorium, yang selanjutnya dibuat kesimpulan secara nasional oleh pemerintah mengenai keberadaan, jenis, konsentrasi, dan penyebaran bahan tambahan berbahaya dalam pangan asal hewan.



BAHAN BACAAN

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235/Menkes/Per/VI/1979 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 239/Menkes/ Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/M-Dag/Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Sinell H.-J. 1992. Einführung in die Lebensmittelhygiene. 3. überarbeitete Auflage. Verlag Paul Parey, Berlin.

Syah D. et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 2. M-Brio Press, Bogor. Read More...

Peluang bisnis pakan

Ternak-ternak dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga/diambil hasilnya dengan cara mengembangbiakkannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Agar ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian pakan. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan konsentrat (makanan penguat).


I. SENTRA PERIKANAN

Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Pulau Jawa.


II. JENIS

1) Hijauan Segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian / jenis kacang-kacangan.

Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.

a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum), rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput Mexico (Euchlena mexicana) dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar.

b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.

c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.

2) Jerami dan hijauan kering
Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).

3) Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.

4) Konsentrat (pakan penguat)
Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.


III. MANFAAT

1) Sumber energi

Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria).

2) Sumber protein

Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman).

Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero.
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya).

3) Sumber vitamin dan mineral

Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.

Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur, Ca2PO4 dan beberapa mineral.


IV. PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN/PENGOLAHAN

IV.1. Kebutuhan Pakan

Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.

Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.


IV.2. Konsumsi Pakan

Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.

Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).

a) Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.

Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.

b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.

c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.

d) Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.

e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.

f) Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.

g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut.

Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula:

Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661

Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75.
Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75

h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak optimal.


IV.3. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak

Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin.

Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.


IV.4. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak

1) Macam-Macam Silo
Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada lokasi, kapasitas, bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia. Beberapa silo yang sudah dikenal adalah:
a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris (seperti sumur) dan di bangun di dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit dengan struktur membentuk huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai pagar atau sekat yang terbuat dari bambu atau kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk sebuah menara menjulang ke atas yang bagian atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk seperti kotak.

2) Cara Memformulasi Pakan
Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu menggunakan Tabel Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan nutrisi dalam penyusunan ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :

Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan kandungan nutrisi sebagai berikut:
a. Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: Bahan Kering=6,4 Kg, ME=13 Mcal, Protein=570 gram, mineral=37 kg.
b. Laktasi I: Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6 gram, Mineral=5 kg.
c. Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg, Protein=663,6 gram, Mineral=42 gram.

Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan dengan suatu metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a. Rumput gajah: Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8 gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b. Rumput Kedele: Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal, Protein=44,9 gram%BK, Mineral=6,3 gram%BK
c. Bungkil kelapa: Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6 gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK

Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 80%= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK.

Maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah : sebanyak = 1,8/100 X 5,92 kg = 106,56 gram protein.

Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% = 37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 19,04/26,3 X 1,48 kg = 1,07 kg BK.
Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 X 1,48 kg = 0,41 kg BK.

Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg
Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg
Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.

3) Teknologi Pakan
Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk yang berdaya guna.

Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya. Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim subtropis dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak ekonomis dan masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya, terutama dalam penerapannya di tingkat peternak.

Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di lapangan adalah:

a) Pembuatan Hay

Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput-rumputan / leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.

Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:

1) Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).

2) Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.


b) Pembuatan Silase

Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.

Prinsip utama pembuatan silase:
1. menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2. mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara.
3. menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.

Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni:
1. mempunyai tekstur segar
2. berwarna kehijau-hijauan
3. tidak berbau
4. disukai ternak
5. tidak berjamur
6. tidak menggumpal

Beberapa metode dalam pembuatan silase:

1. Metode Pemotongan
- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm.
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik.
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak).
- Tutup dengan plastik dan tanah.

2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
- asam organik: 4-6kg
- molases/tetes: 40kg
- garam : 30kg
- dedak padi: 40kg
- menir: 35kg
- onggok: 30kg

Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.


3. Metode Pelayuan
- Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% - 50%.
- Lakukan seperti metode pemotongan


c) Amoniasi

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), sodium hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2)2.

Proses amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kimia agar biayanya murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea yang diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).


d) Pakan Pemacu

Merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan
meningkatkan produksi.

Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa. Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.

Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.

1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
- Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu ± 50o C.
- Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai 13%).
- Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
- Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).
- Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.
- Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk hingga merata (±15 menit).
- Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan padatkan.
- Simpan di tempat teduh dan kering.

2. Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi tersebut mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi 1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.

3. Jumlah dan Metode Pemberian
Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam rumen dari (60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis dan berat badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba/kambing) maksimum 4 gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak ruminansia besar (sapi) 2 gram untuk setiap berat badan dan 3,8 gram untuk kerbau. Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.


e) Pakan Penguat

Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat:

1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga perunit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.

2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 2500 Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12%.

3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode ekuasi atau metode grafik.

4. Prosedur Memformulasi
- Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya (energi, potein), harga per unit berat, harga per unit energi dan harga per unit protein.
- Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
- Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
- Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral.
- Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan energi lebih tinggi daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi harga per unit energinya yang paling murah (dapat digunakan lebih dari 1 macam bahan pakan).
- Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan protein lebih tinggi daripada kandungan protein pakan penguat, tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
- Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka 50% formula sudah diperoleh.
- Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas nutrisi %0% formula dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.


V. PELUANG AGRIBISNIS

Pakan mengambil 70% dari total biaya produksi peternakan, sehingga tetap menjadi aktual untuk dijadikan suatu bisnis yang sangat cerah. Salah satu yang memungkinkan proses agroindutri yang akan menjadi peluang bisnis yang bagus yaitu mewujudkan industri pakan blok. Selain dari pada itu telah banyak dilakukan penelitian terapan dibidang pakan blok yang sangat mungkin dikembangkan. Read More...


 

© Copyright by juventini | Template by BloggerTemplates | Blog Templates at Fifa World